Sabtu, 12 April 2014

Tak semanis Coklat.

  Judulnya aja tak semanis coklat, apanya yang manis ?? masih umum banget kan..jadi baca terus aja sampai habis ya, biar gak penasaran ampe ngernyitin dahi gitu..hehehe
   Kamu tau tidak? Kalau hidup itu tidak semanis coklat, tidak pula seindah taman syurga seperti gambaran didalam Al-Qur’an ataupun seperti drama-drama FTV yang sering ditayangkan di SCTV..hihi, ada yang ceritanya didalam film itu wanita yang miskin banget terus ketemu sama pangeran tampan dan kaya yang suka sama itu cewe..(hah.. bikin iri aja, rasanya mustahil banget ya da dikehidupan nyata…. (-_- )’ yaa..palingan kalau ada juga seribu satu mungkin ya, kaya pangeran William yang menikah dengan wanita dari kalangan biasa saja, tapi itu juga bukan berarti miskin. Pokoknya jarang banget deh. Awalnya sebelum aku menyadari aku ingin seperti pemeran difilm-film itu, tapi ketika aku tersadar dari khayalan sesaat itu ternyata hidup tidak semanis coklat, seindah taman syurga, juga seindah film FTV SCTV, akan tetapi hidup itu harus penuh dengan perjuangan, kerja keras, serta sebisa mungkin harus menikmatinya dengan dibarengi rasa syukur dan ikhlas. 

    Aku memang seorang anak bungsu yang kata orang-orang sering dibilang manja dan dimanjakan oleh mamah, mungkin ini salah satu sebab kenapa aku ingin selalu hidup yang senang-senang aja, karena terbiasa apa saja yang diminta akan dituruti. Tapi sekarang aku harus sadar karna usia ku bukan lagi di usia memakai seragam sekolah putih merah (SD), bukan lagi di usia memakai seragam putih dan biru dongker (MTS “kalau untuk saya”), serta bukan lagi diusia memakai seragam putih abu-abu (MA), akan tetapi aku sudah kuliah, bukan lagi siswa tapi sudah mahasiswa yang menginjak usia dewasa, dimana diusia ini harus bisa berpikir dan harus sudah memiliki jati diri sendiri. Wooy.. “banyakin sadar diri dong” begitu lah kalau dalam bahasa betawinya mah yang terkenal dengan asal jeplaknya..hehehe. yaa walau aku sadar hingga saat ini blum menjadi manusia seutuhnya tapi aku tidak akan berhenti untuk terus belajar dari segi hal apapun. Baik belajar dalam hal bersosialisasi dengan manusia atau bahasa al-qur’annya mah “Hablu Min An-Naas” (biasalah calon guru PAI jadi harus ada unsur agamanya sedikit mah) juga belajar untuk menjalani dan menikmati hidup yang singkat dan hanya satu kali ini dengan hal-hal yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar