BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam bukan sekedar agama ,islam juga merupakan peradaban, agama
akan mapu memberikan khasanah budaya umum yang bahkan menjadi lebih penting dari pada unsur etnis
atau kedaerahan.
Mistisisme merupakan salah-satu sisi dan pokok bahasan dalam
psikologi agama. Mistisisme dijumpai dalam semua agama, baik agama teistik
(Islam,Kristen dan yahudi) maupun nonteistik (misalnya penganut agama budha).[1]
Tokoh mistik teistik maupun nonteistik sependapat mengenai arti penting pengalaman
yang mereka anggap murni terhadap salah satu aspek realitas, meskipun
barangkali mereka berbeda jauh dalam pernyataan verbal yang mereka kemukakan
mengenai apa yang mereka persepsikan.[2]
Untuk lebih jelasnya kami pemakalah di dalam pembahasan selanjutnya
akan menjelaskan lebih rinci lagi mengenai mistisisme.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian Dari mistisisme dalam psikologi agama itu?
2.
Bagaimana
ciri khas atau karakteristik mistisisme itu?
3.
Bagaimana
awal mula sejarah perkembangan aliran kepercayaan?
4.
Hal-hal
apa saja yang termasuk didalam mistisisme?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mistisisme dalam Psikologi Agama
Kata mistisisme berasal dari bahasa Yunani Meyein, yang artinya
“menutup mata”. Kata mistik biasanya digunakan untuk menunjukkan hal-hal yang berkaitan
dengan pengetahuan tentang misteri. Dalam arti luas, mistik dapat didefinisikan
sebagai kesadaran terhadap kenyataan tunggal, yang mungkin disebut kearifan,
cahaya, cinta atau nihil[3]
Menurut Prof. Harun Nasution dalam tulisan Orientalis Barat, mistisisme
yang dalam islam adalah tasawuf disebut sufisme, sebutan ini tidak
dikenal dalam agama-agama lain, melainkan khusus untuk sebutan mistisisme
islam.[4] Sebagaimana
halnya mistisisme, tasawuf atau sufisme mempunyai tujuan memperoleh hubungan
langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang
berada dihadirat Tuhan.[5
B. Karakteristik Mistisisme dalam Psikologi agama
B. Karakteristik Mistisisme dalam Psikologi agama
Ciri khas mistisisme yang pertama kali yang menarik para ahli
psikologi agama adalah kenyataan bahwa pengalaman-pengalaman mistik atau
perubahan-perubahan atau kesadaran yang mencapai puncaknya dalam kondisi yang
digambarkanya sebagai kemanunggalan gambaran tersebut merupakan pengalaman
menyatu dengan tuhan. Kondisi kesadaran serupa juga dialami oleh tokoh mistik
nonteistik (kalangan para penganut budha). tokoh mistik teistik maupun non
teistik sependapat mengenai arti penting pengalaman yang mereka anggap sebagai
persepsi murni terhadap salah satu aspek realitas, meskipun ada perbedaan jauh
dalam pernyataan verbal yang mereka gunakan ketika mengemukaan mengenai apa
yang mereka persepsikan.[6]
Kondisi kesadaran mistik seperti ini diperoleh melalui kontempalsi dan
pengasingan diri dari kehidupan sosial.[7]
Sedangkan menurut William James menjelaskan
tentang kondisi mistisisme. Menurutnya, kondisi tersebut ditandai dengan empat
karakteristik:
1.
Ineffability
(tidak dapat diungkapkan), merupakan suatu kondisi yang mustahil
dapat dideskripsikan atau dijabarkan, kondisi tersebut merupakan perasaan (state
of feeling) yang sulit dilakukan pada orang lain dengan detail kata seteliti
apa pun.
2.
Neotic, yaitu merupakan merupakan suatu kondisi pemahaman sebab bagi para
pelakunya ia merupakan kondisi pengetahuan. Dalam kondisi tersebut tersingkap
hakikat realitas yang baginya merupakan ilham dan bukan pengetahuan
demonstratif.
3.
Transiency,
yaitu merupakan suatu kondisi yang cepat sirna. Dengan kata lain, ia tidak
langsung tinggal lama pada sang sufi atau mistikus, tapi ia menimbulkan
kesan-kesan yang sangat kuat dalam ingatan.
4.
Passivity,
yaitu merupakan kondisi pasif
Dari sudut pandang tokoh mistis itu sendiri, pengasingan diri dan
kontemplasi itu adalah dalam upaya menyucikan diri, membersihkan jiwa dari
keterikatan akan kenikmatan materi. Kecenderungan yang demikian itu menampilkan
sikap yang berbeda dari masyarakat umumnya. Penarikan diri dari kehidupan
social dengan cara mengasingkan diri juga dijumpai pada penderita gangguan
jiwa.
Mistisisme dalam kajian psikologi agama dilihat dari hubungan sikap
dan perilaku agama dengan gejala kejiwaan yang melatar belakanginya. Jadi bukan
dilihat dari absah tidaknya mistisisme itu berdasarkan pandangan agama
masing-masing.
C. Sejarah perkembangan aliran kepercayaan
Manusia dan masyarakat hidup dalam dua lingkungan,yaitu lingkungan
alam dan masyarakat.Lingkungan alam meliputi benda organis yang hidup disekitar
manusia dan lingkungan masyarakat ,adalah masa manusia yang berada di
sekitarnya.
Dalam kedua macam lingkungan ini manusia mempertahankan dan
mengembangkan hidupnya. Bagi manusia yang kurang pengalaman dan pengetahuan
terpaksa menyerah dalam menghadapi keadaan lingkungan ini dan terpaksa
menyesuaikan diri dengan kehendak keadaan. ,maka timbul dari keinginan
mereka untuk mencari jalan agar pengaruh
alam itu tidak merugikan dan membinasakan
mereka. Berdasarkan keadaan sosial budaya yang mereka miliki dicarilah usaha untuk menguasai alam dengan
kekuatan gaib sejalan dengan kekuatan alam yang bagi mereka merupakan kekuatan
gaib.
Diciptakanya mantra-mantara yang dianggap sakti untuk menguasai,
menagkal atau membinasakan kekuatan gaib perkembangan itu melibatkan masyarakat
umum dan dan individu yang bersifat umum berkembang menjadi kultus dan
individualis berkembang menjadi perdukunan.
Perkembangan masyarakat pada kenyataan selalu membawa berkas dari
generasi terdahulu,Demikian pula perkembangan kepercayaan dari tahap politeisme
menjadi monoteisme.[8]
D. Hal-hal yang termasuk mistisisme
1.
Ilmu
ghaib
Yakni cara-cara
dan maksud menggunakan kekuatan-kekuatan yang di duga ada didlalam alam ghaib,
yaitu yang tidak dapat diamati oleh rasio dan pengalaman fisik manusia.
Kekuatan-kekuatan ghaib ini dipercayai ditempat-tempat
tertentu, pada benda pusaka ataupun berada dan menjelma dalam tubuh manusia. Sejalan
dengan kepercayaan tersebut timbullah fetisen, tempat keramat dan dukun sebagai
wadah dari kekuatan ghaib.
Ilmu ghaib
memegang peranan dalam keperluan pribadi dan tidak mempunyai makna yang
langsung bagi masyarakat umum.
2.
Magis
Ialah suatu tindakan dengan anggapan
bahwa kekuatan ghaib bisa mempengaruhi duniawi secara secara nonkultus dan
nonteknis berdasarkan kenangan dan prnglaman. Orang mempercayai bahwa karenanya
orang dapat mencapai suatu tujuan yang di ingininya dengan tak memperlihatkan
hubungan sebab-akibat secara langsung antara perbuatan dengan hasil yang
diingini.
Untuk menjelaskan hubungan antara
unsur-unsur kebatinan ini, kita pertentangkan magis ini dengan masalah lain
yang erat hubungannya:
a.
Magic
dan Takhayul
Orang percaya
bahwa untuk membunuh seseorang dapat dipergunakan bagian yang berasal dari
tubuh orang dimaksud. Misalkan, membunuh musuh dengan cara membakar rambut atau
kukunya. Tindakan membunuh tersebut adalah magis dan penggunaan rambut dan kuku
sebagai alat pembunuh adalah takhayul
.
b.
Magis
dan Ilmu Ghaib
Contoh diatas jika kita mempercayai maka suatu proses tersebut
secara rasional tergolong ilmu gaib.
c.
Magis
dan Kultus
Jika dihubungkan dengan kultus, magis merupakan perbuatan yang
dianggap mempunyai kekuatan memaksakan kehendak kepada supernatural (tuhan).
3.
Kebatinan
Menurut Prof. Djojodiguno, S.H.,
berdasarkan hasil penelitiannya di Indonesia, aliran kebatinan dapat dibedakan
menjadi:
a.
Golongan
yang hendak menggunakan kekuatan ghaib untuk melayani berbagai keperluan
manusia.
b.
Golongan
yang berusaha untuk mempersatukan jiwa manusia dengan tuhan selama manusia itu
masih hidup agar manusia dapat merasakan dan mengetahui hidup dialam baka
sebelum mengalami kematian.
c.
Golongan
yang berniat mengenal tuhan dan menembus dalam rahasia ketuhanan sebagai tempat
asal dan kembalinya manusia.
d.
Golongan
yang berhasrat untuk menempuh budi luhur didunia serta berusaha menciptakan
masyarakat yang saling menghargaidan mencintai dengan senantiasa mengindahkan
perintah-perintah tuhan.
Dalam praktiknya golongan-golongan
itu bercampur sehingga sulit memisahkannya. Oleh karena itu, penggolongan
tersebut hanya untuk keperluan ilmiah. Ilukebatinan pada umumnya bermaksud
untuk menemukan jalan yang dapat menempatkan manusia pada tempat yang
sewajarnya di tengah-tengah masyarakat di dunia dan juga dalam hubungannya
dengan tuhan.
4.
Tasawuf
dan Tarekat
Tasawuf disebut juga mistisme islam memperoleh
hubungan langsung dan disadari dengan tuhan, sehingga disadari benar bahwa
seseorang berarti dihadirat tuhan.
Menurut Harun Nasution, intisari dari
mistisisme ialah kesadaran akan adanya komunikasi dengan tuhan, dengan cara
mengasingkan diri dan berkontemplasi.
Tarikat pada mulanya diartikan sebagai jalan yang harus dilalui
oleh seorang sufi dengan tujuan berada sedekat mungkin dengan tuhan. Kemudian,
tarikat mengandung arti organisasi (tarikat) tiap organisasi mempunyai syekh,
upacara ritual, dan zikir serta nama tersendiri.
Pelaksanaan
tarikat diantaranya:
a.
Dzikir.
b.
Ratib
c.
Muzik,
yaitu dalammembaca wirid-wirid diiringi bacaan-bacaan supaya lebih khidmat.
d.
Bernapas,
yaitu mengatur napas pada waktu melakukan dzikir tertentu.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pengertian
Mistisisme dalam Psikologi agama adalah Dalam arti luas, mistik dapat
didefinisikan sebagai kesadaran terhadap kenyataan tunggal, yang mungkin
disebut kearifan, cahaya, cinta atau nihil.
2.
Karakteristik
atau ciri khas mistisisme dalam psikologi agama adalah kenyataan bahwa
pengalaman-pengalaman mistik atau perubahan-perubahan atau kesadaran yang
mencapai puncaknya dalam kondisi yang digambarkanya sebagai kemanunggalan.
Sedangkan menurut William James menjelaskan ada empat karakteristik yaitu, state
of feeling, noetic, Transiency, dan Passivity.
3.
Sejarah
singkatnya perkembangan aliran kepercayaan yaitu ketika manusia mempertahankan
dan mengembangkan hidupnya dilingkungan alam dan masyarakat. Bagi manusia yang
kurang pengalaman dan pengetahuan terpaksa menyerah dalam menghadapi keadaan
lingkungan ini dan terpaksa menyesuaikan diri dengan kehendak keadaan. maka timbul
dari keinginan mereka untuk mencari
jalan agar pengaruh alam itu tidak merugikan
dan membinasakan mereka. Berdasarkan keadaan sosial budaya yang mereka
miliki dicarilah usaha untuk menguasai
alam dengan kekuatan gaib sejalan dengan kekuatan alam yang bagi mereka
merupakan kekuatan gaib.
4.
Hal-hal
yang termasuk mistisisme ada 4
a.
Ilmu
gaib
b.
Magis
c.
Kebatinan
d.
Tasawuh
dan tarekat
[3] Jalauddin dan
Ramayulis. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Kalam Mulia, 1993, cet.
ke-2. Hal.
[4] Drs
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama..hal 207
[5] Prof.
Harun Nasution (1973:56)
[6](Robert
H,Thouless:219)
[7] Prof. Dr H
jalaluddin, Psikologi agama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010).cet.-14 hal
133-135
[8]Prof. Dr H
jalaluddin, Psikologi agama,…………..hal. 135-236
[9] Drs Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama…
mbak, izin copas yah
BalasHapusjazakillah